MASALAH – MASALAH DAN DAMPAK KETUNARUNGUAN
Ketunarunguan
yang terjadi dapat berdampak bagi Individu itu sendiri, keluarga, masyarakat,
dan penyelenggara pendidikan. Berikut penjabarannya:
1. Bagi Anak Tunarungu Sendiri
Sehubungan
dengan karakteristik tunarungu yaitu miskin dalam kosakata, sulit memahami kata
– kata abstrak, sulit mengartikan kata – kata yang mengandung kiasan, adanya
gangguan bicara, maka hal – hal itu merupakan sumber masalah pokok bagi anak
tersebut.
2. Bagi Keluarga
Lingkungan
keluarga merupakan faktor yang mempunyai pengaruh penting dan kuat terhadap
perkembangan anak terutama anak luar biasa.
Anak
ini mengalami hambatan sehingga mereka akan sulit menerima norma lingkungannya.
Berhasil tidaknya anak tunarungu melaksanakan tugasnya sangat tergantung pada
bimbingan dan pengaruh keluarga. Tidaklah mudah bagi orang tua untuk menerima
kenyataan bahwa anaknya menderita kelainan/cacat. Reaksi pertama saat orang tua
mengetahui bahwa anaknya menderita tunarungu adalah merasa terpukul dan
bingung. Reaksi ini kemudian diikuti dengan reaksi lain.
Reaksi
– reaksi yang tampak biasanya dapat dibedakan atas bermacam – macam pola,
yaitu:
·
Timbulnya rasa bersalah atau berdosa.
·
Orang tua menghadapi cacat anaknya dengan perasaan kecewa karena
tidak memenuhi harapannya.
·
Orang tua malu menghadapi kenyataan bahwa anaknya berbeda dari
anak – anak lain.
·
Orang tua menerima anaknya beserta keadaanya sebagaimana mestinya.
·
Sikap orang tua sangat tergantung pada reaksi terhadap kelainan
anaknya itu. Sebagai reaksi orang tua atas sikap – sikapnya itu maka:
·
Orang tua ingin menebus dosa dengan jalan mencurahkan kasih
sayangnya secara berlebih – lebihan terhadap anaknya.
·
Orang tua biasanya menolak kehadiran anaknya.
·
Orang tua cenderung menyembunyikan anaknya atau menahannya di
rumah.
·
Sikap – sikap orang tua ini mempunyai pengaruh yang sangat besar
terhadap perkembangan kepribadian anaknya. Sikap – sikap yang kurang mendukung
keadaan anaknya tentu saja akan menghambat perkembangan anak, misalnya dengan
melindunginya atau dengan mengabaikannya.
3. Bagi masyarakat
Pada
umumnya orang masih berpendapat bahwa anak tunarungu tidak dapat berbuat
apapun. Pandangan yang semacam ini sangat merugikan anak tunarungu. Karena
adanya pandangan ini biasanya dapat kita lihat sulitnya anak tunarungu untuk
memperoleh lapangan pekerjaan. Disamping pandangan karena ketidkamampuannya
tadi, ia sulit bersaing dengan orang normal.
Kesulitan
memperoleh pekerjaan di masyarakat mengkibatkan timbulnya kecemasan, baik dari
anak itu sendiri maupun dari keluarganya, sehingga lembaga pendidikan dianggap
tidak dapat berbuat sesuatu karena anak tidak dapat bekerja sebagaimana
biasanya. Oleh karena itu, masyarakat hendaknya dapat memperhatikan kemampuan
yang dimiliki anak tunarungu walaupun hanya merupakan sebagian kecil dari
pekerjaan yang telah lazim dilakukan oleh orang normal.
4. Bagi Penyelenggara Pendidikan
Perhatian
akan kebutuhan pendidikan bagi anak tunarungu tidaklah dapat dikatakan kurang
karena terbukti bahwa anak tunarungu telah banyak mengikuti pendidikan
sepanjang lembaga pendidikan itu dapat dijangkaunya.
Persoalan
baru yang perlu mendapat perhatian jika anak tunarungu tetap saja harus sekolah
pada sekolah khusus (SLB) adalah jika anak – anak tunarungu itu tempat
tinggalnya jauh dari SLB, maka tentu saja mereka tidak akan dapat bersekolah.
Usaha lain muncul dengan didirikannya asrama disamping sekolah khusus itu.
Rupanya usaha itu tidak dapat diandalkan sebagai satu – satunya cara untuk
menyekolahkan mereka.
Usaha lainnya yang mungkin
akan dapat mendorong anak tunarungu dapat bersekolah dengan cepat adalah mereka
mengikuti pendidikan pada sekolah normal/biasa dan disediakan program – program
khusus bila mereka tidak mampu mempelajari bahan pelajaran seperti anak normal
Sumber: Soemantri,
Sutjihati.2006.Psikologi Anak Luar Biasa.Jakarta : Refika Aditama
Komentar
Posting Komentar